Banyak
hal menarik dari seni dan kebudayaan yang terdapat di propinsi Jawa Timur.
Banyak kesenian khas yang menjadi ciri khas dari budaya yang terdapat di daerah
Jawa Timur.
Propinsi yang ada di bagian timur pulau jawa ini memiliki banyak keunikan,
diantaranya adalah kebudayaan dan adat istiadat dari di Jawa Timur. Namun
banyak di antaran kebudayaan Jawa Timur menerima pengaruh dari propinsi Jawa
Tengah. Contohnya adanya kawasan yang dikenal sebagai Mataraman. Hal ini
menunjukkan bahwa di daerah kawasan tersebut dulunya merupakan daerah kekuasaan
dari Kesultanan Mataram. Daerah tersebut terdapat di eks-Karesidenan Madiun
(Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, Pacitan), eks-Karesidenan Kediri (Kediri,
Tulungagung, Blitar, Trenggalek) dan sebagian Bojonegoro.
Jawa Timur memiliki sejumlah kesenian khas. Ludruk merupakan salah satu
kesenian Jawa Timuran yang cukup terkenal, yakni seni panggung yang umumnya
seluruh pemainnya adalah laki-laki. Berbeda dengan ketoprak yang menceritakan
kehidupan istana, ludruk menceritakan kehidupan sehari-hari rakyat jelata, yang
seringkali dibumbui dengan humor dan kritik sosial, dan umumnya dibuka dengan
Tari Remo dan parikan. Saat ini kelompok ludruk tradisional dapat dijumpai di
daerah Surabaya, Mojokerto, dan Jombang; meski keberadaannya semakin dikalahkan
dengan modernisasi.
Reog yang sempat diklaim sebagai tarian dari Malaysia merupakan kesenian khas Ponorogo yang telah dipatenkan sejak tahun 2001, reog kini juga menjadi ikon kesenian Jawa Timur. Pementasan reog disertai dengan jaran kepang (kuda lumping) yang disertai unsur-unsur gaib. Seni terkenal Jawa Timur lainnya antara lain wayang kulit purwa gaya Jawa Timuran, topeng dalang di Madura, dan besutan. Di daerah Mataraman, kesenian Jawa Tengahan seperti ketoprak dan wayang kulit cukup populer. Legenda terkenal dari Jawa Timur antara lain Damarwulan dan Angling Darma.
Seni tari tradisional di Jawa Timur secara umum dapat dikelompokkan dalam gaya Jawa Tengahan, gaya Jawa Timuran, tarian Jawa gaya Osing, dan trian gaya Madura. Seni tari klasik antara lain tari gambyong, tari srimpi, tari bondan, dan kelana.
a. Seni Tari
Reog yang sempat diklaim sebagai tarian dari Malaysia merupakan kesenian khas Ponorogo yang telah dipatenkan sejak tahun 2001, reog kini juga menjadi ikon kesenian Jawa Timur. Pementasan reog disertai dengan jaran kepang (kuda lumping) yang disertai unsur-unsur gaib. Seni terkenal Jawa Timur lainnya antara lain wayang kulit purwa gaya Jawa Timuran, topeng dalang di Madura, dan besutan. Di daerah Mataraman, kesenian Jawa Tengahan seperti ketoprak dan wayang kulit cukup populer. Legenda terkenal dari Jawa Timur antara lain Damarwulan dan Angling Darma.
Seni tari tradisional di Jawa Timur secara umum dapat dikelompokkan dalam gaya Jawa Tengahan, gaya Jawa Timuran, tarian Jawa gaya Osing, dan trian gaya Madura. Seni tari klasik antara lain tari gambyong, tari srimpi, tari bondan, dan kelana.
a. Seni Tari
Tari Remong, sebuah tarian dari Surabaya yang melambangkan jiwa, kepahlawanan. Ditarikan pada waktu menyambut para tamu. Reog Ponorogo, merupakan tari daerah Jawa Timur yang menunjukkan keperkasaan, kejantanan dan kegagahan.
b. Musik
Musik tradisional Jawa Timur hampir sama dengan musik gamelan Jawa Tengah seperti Macam laras (tangga nada) yang digunakan yaitu gamelan berlaras pelog dan berlaras slendro. Nama-nama gamelan yang ada misalnya ; gamelan kodok ngorek, gamelan munggang, gamelan sekaten, dan gamelan gede.
Kini gamelan dipergunakan untuk mengiringi bermacam acara, seperti; mengiringi pagelaran wayang kulit, wayang orang, ketoprak, tari-tarian, upacara sekaten, perkawinan, khitanan, keagaman, dan bahkan kenegaraan.Di Madura musik gamelan yang ada disebut Gamelan Sandur.
c. Rumah adat
Bentuk bangunan Jawa Timur bagian barat (seperti di Ngawi, Madiun, Magetan, dan Ponorogo) umumnya mirip dengan bentuk bangunan Jawa Tengahan (Surakarta). Bangunan khas Jawa Timur umumnya memiliki bentuk joglo , bentuk limasan (dara gepak), bentuk srontongan (empyak setangkep).Masa kolonialisme Hindia-Belanda juga meninggalkan sejumlah bangunan kuno. Kota-kota di Jawa Timur banyak terdapat bangunan yang didirikan pada era kolonial, terutama di Surabaya dan Malang.
Jawa memiliki berbagai keindahan budaya dan seni yang terintegrasi dengan kehidupan masyarakatnya. berbagai seni tradisi dan budaya tertuang dalam karya karya pusaka masyarakat jawa seperti batik, rumah joglo, keris dan gamelan. karya pusaka seni dan budaya jawa seperti diatas sangat populer dan mendapatkan tempatnya sendiri di hati msyarakat dan wisatawan yang berkunjung ke yogyakarta. Menginginkan suasana jawa dengan rumah joglonya dapat dilakukan dengan berwisata adat dan budaya di yogyakarta. sekarang ini telah muncul banyak pilihan berwisata yang menawarkan sifat dan budaya lokal yang tercover dalam desa wisata. Anda tentunya akan dapat menikmati suasana seperti masyarakat jawa sesungguhnya karenan memang desa desawisata telah dipadukan dengan kearifan lokal yang patut anda kunjungi. Selamat berwisata ke jogja…
d. Pakaian adat
Pakaian adat jawa timur ini disebut mantenan. pakaian ini sering digunakan saat perkawinan d masyarakat magetan jawa timur
e. Kerajinan tangan
Macam-macam produk unggulan kerajinan anyaman bambu berupa : caping, topi, baki, kap lampu, tempat tissue, tempat buah, tempat koran serta macam-macam souvenir dari bambu lainnya. Sentra industri ini terletak di Desa Ringinagung +- 1,5 arah barat daya kota Magetan.
f. Perkawinan
Penduduk Jawa Timur umumnya menganut perkawinan monogami. Sebelum dilakukan lamaran, pihak laki-laki melakukan acara nako'ake (menanyakan apakah si gadis sudah memiliki calon suami), setelah itu dilakukan peningsetan (lamaran). Upacara perkawinan didahului dengan acara temu atau kepanggih. Untuk mendoakan orang yang telah meninggal, biasanya pihak keluarga melakukan kirim donga pada hari ke-1, ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, 1 tahun, dan 3 tahun setelah kematian.
g. Festival Bandeng
Festival Bandeng selalu digelar setiap tahun. Namun, ada yang berbeda dalam perayaan tahun ini. Kegiatan tersebut tidak dibarengi dengan acara lelang (menjual dengan harga tawar yang paling tinggi) bandeng kawak yang sudah menjadi tradisi masyarakat Sidoarjo.
Kurang biaya dan bencana lumpur Sidorjo menjadi penyebab lelang itu dihilangkan. Walaupun tidak ada lelang, kegiatan tersebut diharapkan bisa mendorong petani untuk tetap membudidayakan ikan bandeng dengan bobot tak wajar alias raksasa.
Pemkab Sidoarjo sangat memperhatikan pelestarian bandeng karena ikan itu adalah ikon utama Kabupaten Sidoarjo.
Festival yang juga bertujuan melestarikan budaya tradisional tahunan masyarakat Sidoarjo itu diikuti empat peserta petambak di Kabupaten Sidoarjo. Peserta berlomba menunjukkan hasil tambak berupa bandeng yang paling sehat dan terbaik.
h. Upacara Kasodo
Upacara Yadnya Kasada atau Kasodo ini merupakan ritual yang dilakukan setahun sekali untuk menghormati Gunung Brahma (Bromo) yang dianggap suci oleh penduduk suku Tengger.
Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo utara dan dilanjutkan ke puncak gunung Bromo. Upacara ini diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan Kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa.
i. Parikan
Ada tiga jenis parikan di dalam ludruk pada saat bedayan (bagian awal permainan ludruk). Ketiga jenis parikan tersebut adalah lamba (parikan panjang yang berisi pesan), kecrehan (parikan pendek yang kadang-kadang berfungsi menggojlok orang) dan dangdutan (pantun yang bisa berisi kisah-kisah kocak).
j. Ketoprak
Ketoprak (bahasa Jawa kethoprak) adalah sejenis seni pentas yang berasal dari Jawa. Dalam sebuah pentasan ketoprak, sandiwara yang diselingi dengan lagu-lagu Jawa, yang diiringi dengan gamelan disajikan.
Tema cerita dalam sebuah pertunjukan ketoprak bermacam-macam. Biasanya diambil dari cerita legenda atau sejarah Jawa. Banyak pula diambil cerita dari luar negeri. Tetapi tema cerita tidak pernah diambil dari repertoar cerita epos (wiracarita): Ramayana dan Mahabharata. Sebab nanti pertunjukkan bukan ketoprak lagi melainkan menjadi pertunjukan wayang orang.
k. Reog Ponorogo
Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur, khususnya kota Ponorogo. Tak hanya topeng kepala singa saja yang menjadi perangkat wajib kesenian ini. Tapi juga sosok warok dan gemblak yang menjadi bagian dari kesenian Reog.
Di Indonesia, Reog adalah salah satu budaya daerah yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan.
Seni Reog Ponorogo ini terdiri dari 2 sampai 3 tarian pembuka. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani.
Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisional, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang. Eits, tarian ini berbeda dengan tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu.
Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya
bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan
pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan
khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar.
Adegan terakhir adalah singa barong. Seorang penari memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak.
l. Karapan Sapi
Karapan sapi adalah pacuan sapi khas dari Pulau Madura. Dengan menarik sebentuk kereta, dua ekor sapi berlomba dengan diiringi oleh gamelan Madura yang disebut saronen.
Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain.
Jalur pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh sampai lima belas detik. Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di kota Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden.
Tari Tayub Jawa Timur
Keberadaan Kesenian Tari Tayub Jawa Timur
Ketika berbicara tentang kesenian
tari-tarian yang ada di Indonesia yang ada dikepala kita tentunya muncul
berbagai nama tari tarian daerah yang jumlahnya tentunya ratusan bahkan
bisa jadi lebih. Mengingat bahwa negara Indonesia yang terdiri dari
beribu ribu suku bangsa dengan keragaman adat istiadat dan kesenian
yang didalamnya termasuk tari tarian. Namun kelestarian dari berbagai
jenis kesenian tari daerah saat ini perlu kita perhatikan. Semakin
canggihnya media massa yang pada akhirnya membawa budaya globalisasi
begitu membanjir dari negara negara barat telah membuat generasi muda
kita rasanya lebih mengenal jenis tari modern dari negeri negara barat
daripada mengenal dan juga tahu beragam jenis tari daerah asli
Indonesia. Sebagai contohnya generasi muda kita akan lebih mengenal
tarian “breakdance” atau tarian salsa daripada tarian serampang dua
belas atau tarian gambyong.Inilah salah satu dampak globalisasi diera
milenium yang pada akhirnya bisa mengakibatkan luntur dan hilangnya
jenis tari tarian daerah asli asal indonesia. Termasuk salah satunya
kesenian tari Tayub yang begitu terkenal pada masanya didaerah Jawa
Timur, termasuk salah satunya dikota kelahiran saya Tulungagung.
Pernah dengar tentang kesenian Tari Tayub?
Mungkin ada beberapa dari sahabat yang sudah mendengar dan melihat apa
dan bagaimana sejarah tari tayub ini. Ada yang mungkin langsung
mengasumsikan kesenian tari tayub ini dengan konotasi kesenian yang
lebih bersifat negatif. Kenapa demikian? Apa sebenarnya tari tayub ini?
Dan apakah konotasi negatif itu sampai sekarang masih seperti itu
anggapan tentang tari tayub ini? Lalu masihkan banyak diadakan pagelaran
tari tayub ini pada masa sekarang?. Dengan keterbatasan dan kedangkalan
pengetahuan saya tentang kesenian tari tayub ini saya ingin mengulas
dan merangkum beberapa fakta tentang kesenian tari tayub Jawa Timur ini.
Saya masih ingat jaman saya masih SD dulu
dirumah salah seorang perangkat desa yang terpandang dimana saya
tinggal di Tulungagung Jawa Timur,sedang menggelar hajatan dan disitu
diadakan pagelaran tari tayub. Lemah gemulai para penari yang berdandan
cantik dengan kebaya dan kain batik, berlenggak lenggok menari diiringi
gending gending dari gamelan yang dimainkan para penabuh secara
langsung. Kemudian para penari tayub tersebut menari secara berpasangan
dengan para tamu yang datang.
Saya kecil yang saat itu melihat
pagelaran itu sedikit banyak sudah tidak objektif lagi menilai tari
tayub sebagai salah satu kesenian yang indah dan penuh nilai, karena
terus terang saat itu dalam pikiran saya sudah teracuni anggapan
sebagaian besar masyarakat didesa saya saat itu terutama dari kaum
santri yang menganggap bahwa pagelaran tari tayub itu lebih banyak
maksiatnya. Disalah gunakan sebagai ajang untuk mabuk mabukan, berpesta
dan juga bermain mata dengan perempuan. Karena banyak selentingan yang
beredar bahwa banyak dari para penari tayub yang berdandan cantik dengan
kebaya dan kain jarik yang nampak anggun itu memanfaatkan keadaan
untuk memikat para lelaki hidung belang. Begitu seterusnya apa yang ada
dalam pikiran saya itu tertanam, sampai pada akhirnya karena tugas
kuliah saya saat saya masih duduk dibangku kuliah saya mencari
literatur,berdiskusi dan banyak bertanya dengan para seniman dan pecinta
tayub di tanah kelahiran saya, membuat saya bisa lebih terbuka
memandang seni tari tayub ini sebagai satu kesenian daerah yang perlu
dilestarikan dan penuh nilai nilai luhur. Masalah konotasi negatif yang
melekat didalamnya itu adalah penyalahgunaan sebagian besar oknum yang
memanfaatkannya sehingga pada akhirnya merusak nilai nilai yang ingin di
usung dalam tari tayub ini. Belum lagi keberadaan pagelaran tari tayub
yang biasanya dilaksanakan hanya di desa desa terpencil saat itu membuat
tayub semakin hari semakin terpinggirkan.
Berdasarkan referensi catatan berita di Suara Merdeka Online yang ada disini
(http://www.suaramerdeka.com/harian/05)11/23/bud2.htm Tanggal artikel
Rabu, 23 Nopember 2005, saya mendapatkan sebuah artikel yang menarik dap
tentang tari tayub,dalam judul artikelnya “Tayub Bukan Tarian Mesum”.
Berikut petikan artikel tersebut;
Anggapan
tayub sebagai tarian mesum merupakan penilaian yang keliru. Sebab, tidak
seluruh tayub identik dengan hal-hal yang negatif. Dalam tayub, ada
kandungan nilai-nilai positif yang adiluhung. Selain itu, tayub
juga menjadi simbol yang kaya makna tentang pemahaman kehidupan dan
punya bobot filosofis tentang jati diri manusia.
Kesan tayub
sebagai tarian mesum muncul pada abad 19. Pada 1817, GG Rafles dari
Inggris, dalam bukunya berjudul ”History of Java”, menulis tayub sebagai
tarian ronggeng mirip pelacuran terselubung. Kesan sama juga dituliskan
oleh peneliti asal Belanda, G Geertz dalam bukunya ”The Religion of
Java”.
Tapi,
menurut koreografer Tayub Wonogiren, S Poedjosiswoyo BA, orang Jawa akan
protes bila kesan Rafles dan Gertz itu diterima secara utuh. Sebab,
kata dia, kesan mesum yang diberikan pada tayub hakikatnya terbatas pada
pandangan sepintas yang baru melihat kulitnya saja, tanpa mau mengenali
isi maupun kandungan nilai filosofisnya.
Dalam buku
”Bauwarna Adat Tata Cara Jawa” karangan Drs R Harmanto Bratasiswara
disebutkan, tayuban adalah tari yang dilakukan oleh wanita dan pria
berpasang-pasangan. Keberadaan tayub berpangkal pada cerita kadewatan
(para dewa-dewi), yaitu ketika dewa-dewi mataya (menari berjajar-jajar)
dengan gerak yang guyub (serasi).
Menurut
Poedjosiswoyo, berdasarkan sejarahnya, tayub lahir sebagai tarian rakyat
pada abad Ke XI. Waktu itu, Raja Kediri berkenan mengangkatnya ke dalam
puri keraton dan membakukannya sebagai tari penyambutan tamu keraton.
Betapa tayub memiliki kandungan nilai adiluhung, kiranya dapat disimak
dari tulisan dalam buku ”Gending dan Tembang” yang diterbitkan Yayasan
Paku Buwono X.
Dalam buku
itu disebutkan, tayub telah dipakai untuk penobatan Prabu Suryowiseso
sebagai Raja Jenggala, Jawa Timur, pada abad XII. Keraton Jenggala
kemudian kemudian membakukan tayub sebagai tari adat kerajaan, yang
mewajibkan permaisuri raja menari ngigel (goyang) di pringgitan untuk menjemput kedatangan raja.
Nilai Agamis
Tayub juga
diyakini memiliki kandungan nilai agamis. Hal itu terjadi pada abad XV,
ketika tayub digunakan sebagai media syiar agama Islam di pesisir utara
Jawa oleh tokoh agama Abdul Guyer Bilahi, yang selalu mengawali
pagelaran ayub dengan dzikir untuk mengagungkan asma Allah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar