Selasa, 12 April 2016

UPACARA TRADISIONAL DI JAWA TIMUR

UPACARA TRADISIONAL DI JAWA TIMUR



UPACARA-UPACARA ADAT DI JAWA TIMUR
1.      UPACARA ADAT  KASADA, SUKU TENGGER
Bagi masyarakat Suku Tengger, Upacara adat adalah salah satu wujud rasa syukur masyarakat Tengger kepada tuhan.  Ada banyak upacara adat di masyarakat Tengger yang memiliku tujuan bermacam-macam diantaranya meminta berkah, menjauhkan malapetaka, wujud syukur atas karunia yang diberikan tuhan kepada masyarakat Tengger. Salah satunya adalah upacara adat Kasada.
Upacara ini adalah upacara untuk memperingati pengorbanan seorang Raden Kusuma anak Jaka Seger dan lara Anteng. Selain itu upacara ini dilaksanakan oleh masyarakat tengger untuk meminta keselematan dan berkah. Upacara ini dilaksanakan padat tanggal 14 s.d. 16 bulan Kasada atau saat bulan purnama tampak di langit secara utuh setiap setahun sekali.
Pada saat upacara ini berlangsung masyarakat suku tengger berkumpul dengan membawa hasil bumi, ternak peliharaan dan ayam sebagai sesaji yang disimpan dalam tempat yang bernama ongkek. Pada saat sudah mencapai di kawah gunung Bromo, seluruh sesaji tersebut dilemparkan ke tempat tersebut. Adapun upacara ini merupakan jalan ujian bagi pulun mulenen atau dukun baru untuk disahkan sebagai dukun, jika dukun baru keliru dalam melaksanakan proses upacara Kasada maka dukun tersebut gagal menjadi dukun.
Upacara Kasada sebagai peringatan pengorbanan Raden Kusuma merupakan penghormatan kepada Raden Kusuma yang rela berkorban untuk keselamatan masyarakat tengger. Dalam legenda upacara Kasada di Gunung Bromo terdapat mahkluk halus yang tidak memiliki nama akan tetapi dipanggil Sang Yang Widi yang digambarkan sebagai asal-usulnya dari kerajaan Majapahit sebelum keturunan kerajaan Hindu-Budha di Jawa.  Ada perjanjian antara roh Dewa Kusuma dengan masyarakat Tengger yang harus memberi sesajian setiap tanggal 14 bulan Kasada.
Dalam upacara Kasada masyarakat Tengger terdapat beberapa tahapan upacara yang harus dilaksanakan agar upacara Kasada berlangsung dengan khidmat yaitu Puja purkawa, Manggala upacara, Ngulat umat, Tri sandiya, Muspa, Pembagian bija, Diksa widhi, Penyerahan sesaji di kawah Bromo.
Proses berjalannya upacara Kasada dimulai pada Sadya kala puja dan berakhir sampai Surya puja dimana seluruh masyarakat Tengger menuju Gunung Bromo untuk menyampaikan korban. Upacara Kasada dimulai dengan pengukuhan sesepuh Tengger dan pementasan sendratari Rara Anteng Jaka Seger di panggung terbuka Desa Ngadisari. Tepat pada pukul 24.00 diadakan pelantikan dukun dan pemberkatan masyarakat di lautan pasir Gunung Bromo. Bagi masyarakat Tengger, dukun merupakan pemimpin dalam bidang keagamaan yang biasanya memimpin upacara-upacara ritual perkawinan dll. Pada saat ini sebelum dukun dilantik,  para dukun harus lulus ujian dengan cara menghafal dan membacakan mantra-mantra. Setelah selesai upacara, ongkek yang berisi sesaji dikorbankan di Puden Cemara Lawang dan kawah Gunung Bromo. Seluruh ongkek tersebut dilemparkan ke dalam  kawah sebagai simbol pengorbanan yang dilakukan nenek moyang mereka.
Upacara Kasada Masyarakat Tengger telah membawa manfaat bagi masyarakat tengger. Selain untuk meminta keselamatan, upacara ini mampu menyedot banyak perhatian seluruh kalangan masyarakat. Ada nilai politik dalam upacara Kasada ini dimana upacara Kasada merupakan upacara yang juga bertujuan untuk menancapkan kekuatan politik di daerah tersebut.

Upacara ini bertujuan untuk menjaga keselamatan para nelayan dari ganasnya ombak pantai selatan serta memohon berkah dengan cara mempersembahkan upeti kepada penguasa gaib sesuai dengan kepercayaan masyarakat setempat. Tradisi ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang silam, meskipun dulunya tidak sebesar sekarang in
Pada saat puncak acara yang disebut labuh atau larung, aneka sesaji berupa makanan lezat serta berbagai hidangan sakral lainnya diceburkan ke laut. Biasanya labuh ini dilaksanakan pada pertengahan bulan maulud.
Namun selama bulan maulud, pantai ini sudah dipenuhi ribuan pengunjung yang datang dari berbagai daerah. Mereka mulai berdatangan ketika memasuki bulan maulud sampai akhir bulan maulud. Berbagai pertunjukan ditemukan dimana-mana disepanjang pantai selama sebulan siang dan malam. Beberapa sumber mengatakan upacara tradisional ini dibiayai oleh pemkab Malang dan juga para nelayan.
Pantai Ngliyep merupakan salah satu obyek wisata di kabupaten Malang bagian selatan, selain Pantai Balekambang yang berada di sebelah timur. Pada hari-hari biasa pantai Ngliyep yang indah namun menyimpan sejuta misteri ini selalu ada saja pengunjung yang datang. Pantai ini menjadi aset pariwisata kabupaten Malang.
3.      UPACARA TEDHAK SITEN
Upacara tedhak siten diadakan karena adanya kepercayaan sementara orang bahwa tanah mempunyai kekuatan gaib, di- samping itu adanya kepercayaan bahwa tanah dijaga oleh Bethara Kala. Oleh karena itu si anak perlu dikenalkan kepa­da Bathara Kala sipenjaga tanah, melalui upacara yang disebut tedhak siten, agar Bathara Kala tidak marah. Sebab apabila Bathara Kala marah, akan menimbulkan suatu bencana bagi si- anak itu.
Upacara tedhak siten biasa.
Ada ketentuan hari untuk melaksanakan upacara tedhak siten ini biasanya disesuaikan dengan weton (hari lahir) si anak. Misalnya si anak itu lahir pada hari Sabtu Pahing, maka sela­matan itu juga harus diadakan pada hari Sabtu Pahing juga. Adapun sarana yang harus disediakan dalam upacara tedhak piten ini adalah :
Jembangan (bak mandi) yang diisi dengan air bunga se­taman. Sangkar ayam (kurungan : Jawa).
Benda-benda yang diletakkan dalam kurungan, dianta- ranya : padi, kapas, alat-alat tulis dan bokor yang berisi beras kuning Tikar yang masih baru sebagai alas kurungan. Tangga yang terbuat dari tebu.
Juadah (nasi ketan yang telah dilumatkan), juadah ini terdiri dari tujuh warna : merah/putih, hitam, biru, kuning, ungu dan merah jambu.
Sajian untuk kenduri yang terdiri dari nasi tumpeng panggang ayam dan lauk-pauknya kulupan. Disamping itu juga dilengkapi dengan jajan pasar, bubur merah, bubur putih dan bubur sengkolo.



 Jalannya Upacara
 Setelah segala sarana dalam upacara tersedia, maka pe­mimpin upacara (dhukun bayi) membimbing anak yang dise- lamati untuk menginjak-injak 7 macam juadah seperti tersebut di atas. Kemudian anak tersebut dibimbing untuk menaiki tangga kecil yang dibuat dari pohon tebu, yang mempunyai anak tangga 7 buah. Sesudah itu sianak dimasukkan ke dalam kurungan yang dialasi tikar dan di dalamnya telah disediakan padi, kapas, alat-alat tulis serta bokor yang berisi beras kuning dan uang logam.
Di dalam kurungan itu si anak disuruh meme­gang (memilih) salah satu barang-barang yang disediakan di dalam kurungan. Pada saat itu hadirin yang mengikuti jalan­nya upacara memperhatikan benda apa yang dipegang oleh anak itu, karena menurut kepercayaan benda yang dipegang anak itu melambangkan mata pencahariannya (nasib) si anak tersebut dikelak kemudian hari.
Misalnya saja bila si anak mengambil alat-alat tulis, maka menurut kepercayaan anak ter­sebut kelak akan menjadi anak yang cerdas. Tetapi apabila ia mengambil padi, atau kapas, si anak tersebut kelak akan men­jadi petani yang berhasil. Adakalanya di dalam kurungan itu juga diletakkan seekor ayam jantan (jago).
Ayam itu tidak boleh disembelih tetapi harus dipelihara. Kemudian uang dan beras kuning yang ditaruh di bokor itu, ditaburkan (disawurake : Jawa) dan diperebutkan oleh anak-anak kecil yang mengikuti upacara itu. Setelah itu anak dikeluarkan dari sangkar, kemudian dimandikan di dalam bak yang telah diisi air kembang setaman.
Selanjutnya si anak diberi pakaian serba baru dan perhiasan. Upacara selanjutnya ialah kenduri yang dipimpin oleh tukang kajat (moditi). Dengan adanya kenduri itu berakhirlah upacara tedhak siten. Dan sejak itu si anak sudah diperbolehkan bermain-main di tanah.
4.      UPACARA SEBLANG BANYUWANGI JAWA TIMUR
Ritual Seblang adalah salah satu ritual masyarakat Using yang hanya dapat dijumpai di dua desa dalam lingkungan kecamatan Glagah, Kab.Banyuwangi, yakni desa Bakungan dan desa Olehsari. Seblang atau Sebele ilang (sialnya hilang) Ritual ini dilaksanakan untuk keperluan bersih desa dan tolak bala, agar desa tetap dalam keadaan aman dan tentram.
Penyelenggaraan tari adat Seblang di dua desa tersebut juga berbeda waktunya, di desa Olehsari diselenggarakan satu minggu setelah Idul Fitri, sedangkan di desa Bakungan yang bersebelahan, diselenggarakan seminggu setelah Idul Adha.
Para penarinya dipilih secara supranatural oleh dukun setempat, dan biasanya penari harus dipilih dari keturunan penari seblang sebelumnya. Di desa Olehsari, penarinya harus gadis yang belum akil baliq, sedangkan di Bakungan, penarinya harus wanita berusia 50 tahun ke atas yang telah mati haid (menopause).
Tari Seblang ini sebenarnya merupakan tradisi yang sangat tua, hingga sulit dilacak asal usul dimulainya. Namun, catatan sejarah menunjukkan bahwa Seblang pertama yang diketahui adalah Semi, yang juga menjadi pelopor tari Gandrung wanita pertama (meninggal tahun 1973). Setelah sembuh dari sakitnya, maka nazar ibunya (Mak Midah atau Mak Milah) pun harus dipenuhi, Semi akhirnya dijadikan seblang dalam usia kanak-kanaknya hingga setelah menginjak remaja mulai menjadi penari Gandrung.

Tari Seblang ini dimulai dengan upacara yang dibuka oleh sang dukun desa atau pawang.. Sang dukun mengasapi sang penari dengan asap dupa sambil membaca mantera. Setelah sang penari kesurupan (taksadarkan diri atau kejiman dalam istilah lokal), Mulailah menari dengan gerakan monoton mata terpejam dan mengikuti irama gendhing yang di mainkan.

Musik pengiring Seblang hanya terdiri dari satu buah kendang, satu buah kempul atau gong dan dua buah saron. Sedangkan di desa Olehsari ditambah dengan biola sebagai penambah efek musikal. Dari segi busana, penari Seblang di Olehsari dan Bakungan mempunyai sedikit perbedaan, khususnya pada bagian omprok atau mahkota.
Menurut pengakuan penari seblang didesa olehsari selama menjadi penari, dia harus menari selama lima jam dalam kondisi tidak sadar. Memakai omprog, kemben dan sewek dia harus menari berkeliling pentas. Memasuki ritual tundik, dia melempar selendang ke arah penonton. Siapa yang menerima selendang itu, dia yang harus menari bersama di atas pentas. Konon katanya yang mendapat selendang itu berarti dia mendapakan keberuntungan.
Dia juga mengatakan saat sebelum memakai omprog, dirinya masih keadaan sadar. Namun, apabila sudah bau dupa dan memakai omprog dia terasa didatangi oleh seorang perempuan cantik. Memakai kemben berwarna hijau dan sewek serta memakai selendang yang dibalutkan ke pinggulnya. ’’Setelah itu, saya tidak ingat lagi. Pokoknya seperti orang jalan –jalan tapi tidak sampai - sampai,’’ katanya.
Setelah menari, juga merasa capek. Namun, hal itu tidak dia rasakan. Yang paling penting, menurutnya adalah agar desanya terbebas dari marabahaya

Ritual Seblang Olehsari
Suara angklung paglak terdengar sayup – sayup ditelingga masyarakat sekitar Desa Olehsari kecamatan Glagah. Suara angklung paglak yang berada di pinggir jalan raya Ijen itu merupakan tanda bahwa desa tersebut sedang punya gawe. Kalangan bapak – bapak dan pemuda desa, mulai mempersiapkan segala sesuatunya. Termasuk pentas yang akan digunakan untuk penari seblang.
Nama upacara adat Seblang merupakan upacara bersih desa untuk menolak balak yang diwujudkan dengan mementaskan kesenian sakral yang disebut : “Seblang” yang berbau mistis.Seblang olehsari ditarikan oleh wanita muda selama tujuh hari berturut – turut. Penari menari dalam keadaan kesurupan (tidak sadar). Ia menari mengikuti gending usingan atau lagu–lagu sebanyak 28 dan dinyanyikan oleh beberapa sinden.
Pada penari Seblang di desa Olehsari, omprok (tutup kepala) biasanya terbuat dari pelepah pisang yang disuwir-suwir hingga menutupi sebagian wajah penari, sedangkan bagian atasnya diberi bunga-bunga segar yang biasanya diambil dari kebun atau area sekitar pemakaman, dan ditambah dengan sebuah kaca kecil yang ditaruh di bagian tengah omprok.

Sebelum Ritual Seblang dilaksanakan, pada malam hari sebelumnya, masyarakat desa itu menggelar selamatan yang dikuti oleh seluruh warga. Pelaksanaan Ritual Seblang dilaksanakan 7 hari setiap sore dan prosesinya sama, kecuali pada hari terakhir ada prosesi Seblang Ider bumi, keliling kampung.
Pada prosesi gending "Kembang Dermo", Seblang menjual bunga. Bunga itu ditancapkan pada sebatang bambu kecil yang terdiri 3 kumtum bunga sehingga mudah untuk dibawa. Hampir semua masyarakat desa, para penonton berebut untuk membeli bunga itu. Bunga-bunga itu disimpan untuk ana-anak atau diletakkan disuatu tempat tertentu di rumah maupun di sawah yang dipercaya sebagai tolak balak untuk mengusir pengaruh-pengaruh jahat, balak penyakit maupun keberuntungan.
Prosesi berikutnya yang disebut "Tundikan", dimana Seblang mengundang tamu atau penonton untuk menari bersama di atas pentas, yaitu dengan cara melemparkan selendang atau sampur kepada penonton.
Dalam keadaan kesurupan dan mata terpejam, penari seblang menunjuk ke arah penonton dimana penari melemparkan selendangnya dan mengenai seseorang penonton. Penonton berharap bisa mendapatkan Tundik ini dan menari bersama seblang, karena dipercaya ia akan mendapat keberuntungan.
Ritual Seblang Bakungan
Seblang bakungan tujuannya sama yaitu merupakan upacara penyucian desa. Upacara ini dilakukan satu malam, seminggu setelah hari raya Idul Adha. Tujuan dari upacara ini adalah menolak balak, yakni dengan mengadakan pertunjukan seblang di malam hari, setelah maghrib. Acara dibuka dengan parade oncor keliling desa (Ider bumi) yang diikuti oleh penduduk desa.
Seblang bakungan ditarikan oleh seorang wanita tua di depan sanggar Seni Bunga Bakung Kelurahan Bakungan Kec.Glagah. Setelah diberi mantra – mantra ia menari dalam keadaan tidak sadar mata terpejam,. Lagu –lagunya atau gending using ada 12 – di antaranya Seblang, Podo nonton, ugo-ugo, kembang Gading dan lainnya. yang menceritakan tentang kehidupan, karamahan, lingkungan hidup,dsb.
Sebelum melakukan upacara, warga Bakungan ziarah ke makam buyut Fitri yang merupakan tetua desa dengan membawa ubo rampe. Setelah ziarah, seluruh warga mulai menyiapkan prosesi seblang dengan menyiapkan sesaji mulai ketan sabrang, ketan wingko, tumpeng, kinangan, bunga 500 biji, tumpeng takir, boneka dan pecut hingga kelapa sebagai lambang kejujuran.

Pada penari seblang wilayah Bakungan, omprok yang dipakai sangat menyerupai omprok yang dipakai dalam penari Gandrung, hanya saja bahan yang dipakai terbuat dari pelepah pisang dan dihiasi bunga-bunga segar meski tidak sebanyak penari seblang di Olehsari. Disamping ada unsur mistik, ritual Seblang ini juga memberikan hiburan bagi para pengunjung maupun warga setempat, dimana banyak adegan-adegan lucu yang ditampilkan oleh sang penari seblang ini.
Kegiatan berakhir tengah malam setelah acara"Adol Kembang". Para penonton kemudian berebut berbagai bibit tanaman yang dipajang di panggung dan mengambil kiling (baling-baling) yang di pasang di sanggar. barang-barang yang diambil tersebut dapat di percaya dapat digunakan sebagai alat penolak balak.
5.      UPACARA KEBO-KEBOAN DI BANYU WANGI
Di Kota Banyuwangi terdapat sebuah suku yang memiliki kesenian unik, yaitu Suku Using yang memiliki kesenian Kebo-Keboan. Meski zaman kian beralih, namun setiap tahun masyarakat Banyuwangi berupaya keras mempertahankan kemurnian dan kesakralan kebudayaan mereka tersebut.
Munculnya ritual kebo-keboan berawal terjadinya musibah pagebluk. Kala itu, seluruh warga diserang penyakit dan tanaman diserang hama. Banyak warga kelaparan dan mati akibat penyakit misterius. Seorang sesepuh, bernama Mbah Karti mendapat wangsit dari semedinya di bukit untuk menggelar ritual kebo-keboan dan mengagungkan Dewi Sri.
Keajaiban muncul ketika warga menggelar ritual kebo-keboan. Warga yang sakit mendadak sembuh. Hama yang menyerang tanaman padi sirna. Sejak itu, ritual kebo-keboan dilestarikan. Mereka takut terkena musibah jika tidak melaksanakannya.
Warga yang merayakan ritual ini sama seperti merayakan hari raya. Para sesepuhlah yang menentukan tanggal perayaan, berdasarkan penghitunan kalender Jawa Kuno.
Sebelum upacara adat ini dimulai, warga membuat gerbang  yang dihias hasil bumi daerah mereka. Gerbang inilah yang akan dilewati kerbau jadi-jadian.
Tiap jalan kampung juga dihiasi berbagai tanaman,  sebagai simbol ungkapan syukur kepada penguasa alam. Selain itu mereka menyiapkan tumpeng dan juga menyediakan sesajen yang dimasak secara tradisional khas suku Using.
Menjelang siang hari, warga berkumpul di depan rumah masing-masing. Dipimpin sesepuh adat, warga berdoa menggunakan bahasa Using kuno. Usai berdoa, warga berebut menyantap tumpeng yang diyakini mampu memberikan berkah keselamatan.
Usai pesta tumpeng, ritual Kebo-Keboan ini diawali dengan visualisasi Dewi Sri ( Dewi Padi ) yang ditandu oleh beberapa pengawal dengan pakaian khas. Lalu ada puluhan laki-laki bertubuh kekar dengan dandanan dan bertingkah aneh seperti kerbau. Sekujur tubuh mereka dilumuri arang. Mereka memakai rambut palsu warna hitam beserta tanduk, tidak lupa lonceng kayu berwarna hitam yang tergantung di leher layaknya kerbau. Ada pula para petani yang membawa hasil panennya. Prosesi ini disebut sebagai ider bumi ( prosesi mengelilingi kampung dari hilir hingga ke hulu kampung ).
Sebelumnya, pawang kerbau memberikan tapung tawar agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan pada sikerbau jadi-jadian itu. Mereka juga sudah dimandikan dan sebenarnya tidak sadarkan diri karena kemasukkan makhluk gaib. Puluhan manusia kerbau diarak keliling kampung diiringi gamelan dan angklum sambil berjalan bergerombol. Layaknya kerbau, mereka berlari dikendalikan seorang petani. Bau kemenyan dan bunga merebak. Jalan yang dilalui arak-arakan sengaja dibanjiri air. Tujuannya, kerbau yang lewat bisa berkubang. Polah tingkah mereka pun berubah layaknya kerbau. Menyeruduk siapa saja yang ada di depannya. Penonton pun berlarian menghindari serudukan kerbau. Penonton
Perjalanan arak-arakan berakhir di pusat kampung. Di tempat ini, Dewi Sri turun dari kereta dan memberikan berkah (benih padi) kepada petani. Lagu pujian berkumandang mengagungkan kebesaran dewi kemakmuran ini. Selama ritual ini kerbau yang kesurupan berubah jinak. Mereka mendekat dan tunduk pada sosok Dewi Sri tersebut.
Kebo-keboan diakhiri dengan prosesi membajak sawah. Sepasang manusia kerbau menarik bajak, berkeliling di tengah sawah berlumpur yang siap ditanami. Lalu, benih biji padi disebar. Warga langsung berebut benih tersebut yang diyakini memberikan kesuburan. Sambil para penonton sibuk dan beramai-ramai mengambil bibit padi itu, para “kerbau” mengamuk dan terus menyeruduk.
6.      UPACARA ADAT NGURIT

Penduduk desa Sawoo dan Grogol sebagian besar menganut agama Islam. Namun demikian penduduk di kedua desa tersebut masih menjalankan upacara-upacara adat yang sebenarnya tidak termasuk dalam ajaran agama Islam. Penduduk di kedua desa tersebut semua percaya ada kekuatan gaib.
Hal ini tampak dalam beberapa upacara yang masih dilakukan hingga sekarang. Utamanya upacara yang berhubungan dengan pertanian,  Upacara-upacara tersebut dilaksakan, selain sebagai permohonan perlindungan, juga dimaksud sebagai ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Apabila sawah telah dikerjakan maka benih segera ditabur (ngurit). Pada saat ini diadakan selamatan de­ngan sajian nasi golong & Jenang abang jenang sengkolo cok bakal, jeroan ayam (isi perut ayam).
Maksud selamatan tersebut agar benih yang ditabur dapat tumbuh subur. Setelah upacara ngurit. upacara selanjutnya ialah pada saat tandur (menanam). Pada saat ini diadakan sajian sederhana yang berwujud cok bakal yang diletakkan di petak sawah, dimana tandur dimulai.

7.     UPACARA ADAT PENGANTIN MALANG KEPRABON


Pengantin Malang Keprabon dengan segala tata cara upacaranya sangatlah unik dan memiliki nilai budaya tinggi. Berdasarkan penelitian dari peninggalan candi-candi Jawa Timur dan seputar kota Malang, seperti candi Jago Tumpang, candi Badut peninggalan Raja Gajayana dan candi Singosari tata rias dan upacara pengantin Malang Keprabon berorientasi pada kebudayaan Hindu-Jawa.
Namun pada perkembangannya, di masa kini prosesi pernikahan tersebut diwarnai pula oleh ajaran Islam. Berikut beberapa tahapan yang harus dilalui dalam upacara pengantin Malang Keprabon.

1. Mlapati

Mlapati adalah mencari calon jodoh untuk sang putra. Pada zaman lampau, pada tahap ngetepiini, biasanya dilakukan pada saat sedang berlangsung suatu perayaan atau upacara adat Keraton. Misalnya acara mantu, ulang tahun penobatan Raja dan sebagainya. Biasanya para putra putri turut serta menghadirinya.
Apabila suatu saat telah menemukan gadis yang dirasa cocok untuk dijodohkan dengan sang putra, maka segera dilakukan penelitian melalui utusan untuk mengetahui asal-usul dan data lengkap dari sang gadis tersebut. Bila sudah cocok, maka segera dilakukan acara nontoni.

2. Ngetukake Balung Pisah  

Ngetukake Baluh Pisah adalah menyaksikan dari dekat calon mempelai yang telah di temukan sebagai calon jodoh sang putra. Apabila dalam acara ini telah mendapat kesepakatan dari keluarga calon mempelai pria, maka segera dilanjutkan ke tahap berikutnya, yakni melamar, terkecuali kalau hal ini suatu 'anugerah' atau 'triman' dari Raja, haruslah di terima dengan senang hati.

3. Melamar

Melamar, mengajukan permohonan secara tertulis, disebut 'surat lamaran' yang dibuat oleh pihak calon mempelai pria yang ditujukan kepada pihak calon mempelai wanita melalui suatu utusan. Yang diutus atau yang melaksanakan ialah saudara yang lebih tua dari ayah atau ibu.
Kalau dikabulkan, maka segera diadakan pembicaraan mengenai penentuan harinya.
Sebagai tanda menerima, keluarga calon mempelai wanita mengadakan kunjungan balasan sekaligus menyampaikan bahwa lamaran tersebut diterima.

4. Peningsetan

Menindak lanjuti acara melamar sebagai tanda pinangankeluarga calon mempelai pria datang dengan membawa barang hantaran dan menyerahkan barang-barang tertentu sebagai tanda meminang.
Arak-arakan ini disaksikan oleh kedua belah pihak beserta keluarga dan kerabat handai taulan. Maka resmilah acara peningsetan sebagai tanda ikatan bahwa sang putri sudah ada yang meminang.

5. Penentuan Hari

Kedua belah pihak menentukan hari baik untuk pernikahan putra-putri. Dalam mencari penentuan hari sangat diutamakan, karena mengharap kesejahteraan dan keselamatan bagi kedua calon mempelai. Dalam mencari hari baik, menghindari hari tali wangke dan hari sampar wangke (hari naas).

6. Pasang Terob

Terob, didirikan 7 hari  sebelumnya atau menurut hari baik. Bahannya terbuat dari daun nipah (daun kelapa yang dianyam untuk atap) dan bambu untuk tiang-tiangnya. Kalau terob sudah jadi sekitar atap. diberi hiasan berupa janur. Setelah terp jadi, pada kanan kiri pintu masuk dipasangtuwuhan yang terdiri dari:
  • Sebelah kanan: satu batang pisang raja yang masih lengkap dengan satu tandan beserta jantungnya, satu tandan beserta jantungnya, satu jenjang cangkir gading, tebu wulung, daun kluwih,daun alng-alang, daun beringin, daun apo-apo, untaian padi, dan untaian jagung.
  • Sebelah kiri: satu batang pisang gajih yang masih lengkap dengan satu tandan beserta jantungnya, satu janjang kelapa hijau, tebu eulung, daun kluwih, daun alng-alang, daun bringin, daun apo-apo, untaian padi, dan dan untaian jagung.
  • Makna hiasannya: Pisang raja, supaya hidup kelak berbahagia seperti raja. Pisang gajih, supaya hidup bisa berhasil. Cengkir, kenceng ing pikir (tegas dalam memikirkan sesuatu). Kelapa hijau, lambang kesembuhan, karena airnya dapat digunakan sebagai obat penawar. Tebu, anteping kalbu(ketetapan hati). Padi dan jagung: makanan pokok. Daun kluwih, linuwih(serba tahu atau serba lebih). Daun alang-alang tanpa halangan. Daun apo-apo, tidak ada apa-apa. Janur, cahaya, supaya calon pengantin mempunyai cahaya yang mempesona. Beringin, lambang pengayoman.

7. Pingitan

Lebih kurang 7 hari sebelum akad nikah, calon pengantin wanita dipingit di dalam keputren, dan tidak diperkenankan berhias atau memakai perhiasan. Hari pingitan ini dilambangkan sebagai hari puasa. Sebaiknya calon pengantin memakai lulur agar nanti bila saatnya tiba, wajahnya akan bercahaya atau terlihat manglingi.
Lebih baik lagi kalau calon pengantin wanita mau berpuasa. Karena hikmah puasa dapat menahan diri atau bersabar, supaya tidak mudah tergoda atau cobaan-cobaan, dan untuk mendapatkan ridho Allah Swt, agar hidup bahagia sampai nanti.

8. Siraman

Upacara siraman dilaksanakan sehari sebelum hari nikah. Maksudnya, untuk mensucikan salon pengantin, baik jasmani maupun rohani. Waktu siraman dilakukan antara pukul 11.00 yang memandikan adalah para pini sepuh yang masih genap (suami istri) dan sejahtera hidupnya, didahului oleh Bapak dan Ibu pengantin.
Maksudnya , agar dapat mewariskan kebahagiaan kepada calon pengantin. Yang memandikan berjumlah ganjil, dan yang terakhir juru rias mengguyur dengan air kendi, lalu kendi tersebut dipecahkan. Setelah upacara siraman selesai, dilanjutkan dengan meratus rambut.

9. Meratus Rambut

Maksud dari meratus rambut ialah mengeringkan rambut dan memberi aroma harum pada rambut. Yang meratus rambut juru rias selama kurang lebih dari 15 menit.

10. Ngetepi atau Ngerik

Ngetepi atau ngerik, menghilangkan bulu kuduk (bulu kalong) dan menghilangkan bulu-bulu pada wajah yang masih melekat, supaya bersih (terhindar dari gangguan/ menghilangkan suker)

11. Manggulan

Manggulan merupakan malam tirakatan dan malam terakhir bagi calon pengantin putri sebagai gadis perawan. Calon pengantin dirias sederhana dan memakai sanggul. Calon pengantin duduk didalam kamar ditemani sanak keluarga dan para pinisepuh untuk memberi doa restu agar pelaksanaan ijab atau nikah dan tamu pengantin tidak ada aral melintang. Pakaian yang dikenakan adalah kain panjang gringsing kebaya berenda malangan.
Upacara Tingkeban adalah salah satu tradisi masyarakat Jawa, upacara ini disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang arti nya tujuh. Upacara ini dilaksanakan pada usia kehamilan tujuh bulan dan pada kehamilan pertama kali. Upacara ini bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim ibu. Dalam upacara ini sang ibu yang sedang hamil dimandikan dengan air kembang setaman dan disertai doa yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan YME agar selalu diberikan rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat.
8.      UPACARA TINGKEBAN
 Upacara tingkepan disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang artinya tujuh, sehingga upacara mitoni dilakukan pada saat usia kehamilan tujuh bulan, dan pada kehamilan pertama.
Dalam pelaksanaan upacara tingkepan, ibu yang sedang hamil tujuh bulan dimandikan dengan air kembang setaman, disertai dengan doa-doa khusus.
A. Tata Cara Pelaksanaan upacara Tingkepan :
1Siraman dilakukan oleh sesepuh sebanyak tujuh orang. Bermakna mohon doa restu, supaya suci lahir dan batin.Setelah upacara siraman selesai, air kendi tujuh mata air dipergunakan untuk mencuci muka, setelah air dalam kendi habis, kendi dipecah.
2. Memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain (sarung) calon ibu oleh suami melalui perut sampai pecah, hal ini merupakan simbul harapan supaya bayi lahir dengan lancar, tanpa suatu halangan.
3. Berganti Nyamping sebanyak tujuh kali secara bergantian, disertai kain putih. Kain putih sebagai dasar pakaian pertama, yang melambangkan bahwa bayi yang akan dilahirkan adalah suci, dan mendapatkan berkah dari Tuhan YME. Diiringi dengan pertanyaan sudah “pantas apa belum”, sampai ganti enam kali dijawab oleh ibu-ibu yang hadir “belum pantas.”
Sampai yang terakhir ke tujuh kali dengan kain sederhana di jawab “pantes.”

Adapun nyamping yang dipakaikan secara urut dan bergantian berjumlah tujuh dan diakhiri dengan motif yang paling sederhana sebagai berikut :
a. Sidoluhur               e. Udan Riris
b. Sidomukti               f. Sido Asih
c. Truntum                 g. Lasem as the bottom
d. Wahyu Tumurun     h. Dringin as the top
Kronologis Upacara Tingkepan
1. Waktu Pelaksanaan
Antara pukul 9.00 sampai dengan pukul 11.00 Calon ibu mandi dan cuci rambut yang bersih, mencerminkan kemauan yang suci dan bersih.
Kira-kira pukul 15.00-16.00, upacara tingkepan dapat dimulai, menurut kepercayaan pada jam-jam itulah bidadari turun mandi. undangan sebaiknya dicantumkan lebih awal pukul 14.30 WIB
2. Hari Pelaksanaan
Biasanya dipilih hari Rabu atau hari Sabtu, tanggal 14 dan 15 tanggal jawa, menurut kepercayaan agar bayi yang dilahirkan memiliki cahaya yang bersinar, dan menjadi anak yang cerdas.
3. Pelaksana yang menyirami/memandikan
Para Ibu yang jumlahnya tujuh orang, yang terdiri dari sesepuh terdekat. Upacara dipimpin oleh ibu yang sudah berpengalaman.
4.Perlengkapan yang diperlukan :
Satu meja yang ditutup dengan kain putih bersih, Di atasnya ditutup lagi dengan bangun tolak, kain sindur, kain lurik, Yuyu sekandang, mayang mekak atau letrek, daun dadap srep, daun kluwih, daun alang-alang. Bahan bahan tersebut untuk lambaran waktu siraman.
5. Perlengkapan lainnya
Bokor di isi air tujuh mata air, dan kembang setaman untuk siraman.
Batok (tempurung) sebagai gayung siraman (Ciduk)
Boreh untuk mengosok badan penganti sabun.
Kendi dipergunakan untuk memandikan paling akhir.
Dua anduk kecil untuk menyeka dan mengeringkan badan setelah siraman
Dua setengah meter kain mori dipergunakan setelah selesai siraman.
Sebutir telur ayam kampung dibungkus plastik.
Dua cengkir gading yang digambari Kamajaya dan Kamaratih atau Arjuna dan Dewi Wara Sembodro.
Busana Nyamping aneka ragam, dua meter lawe atau janur kuning
Baju dalam dan nampan untuk tempat kebaya dan tujuh nyamping, dan stagen diatur rapi.
Perlengkapan Kejawen kakung dengan satu pasang kain truntum. Calon ayah dan ibu berpakain komplet kejawen, calon ibu dengan rambut terurai dan tanpa perhiasan. 
    6.  Selamatan/ Sesaji Tingkepan
1. Tumpeng Robyong dengan kuluban, telur ayam rebus, ikan asin yang digoreng.
2. Peyon atau pleret adonan kue/nogosari diberi warna-warni dibungkus plastik, kemudian dikukus.
3. Satu Pasang Ayam bekakah (Ingkung panggang)
4. Ketupat Lepet (Ketupat dibelah diisi bumbu)
5. Bermacam-buah-buahan
6. Jajan Pasar dan Pala Pendem (Ubi-ubian)
7. Arang-arang kembang satu gelas ketan hitam goring sangan
8. Bubur Putih satu piring
9. Bubur Merah satu Piring
10. Bubur Sengkala satu piring
11. Bubur Procot/ Ketan Procot, ketan dikaru santan, setelah masak dibungkus dengan daun/janur kuning yang memanjang tidak boleh dipotong atau dibiting.
12. Nasi Kuning ditaburi telur dadar, ikan teri goring, ayam,rempah
13. Dawet Ayu (cendol, santan dengan gula jawa)
14. Rujak Manis terdiri dari tujuh macam buah.
Perlengkapan selamatan Tingkepan diatas, dibacakan doa untuk keselamatan seluruh keluarga. Kemudian dinikmati bersama tamu undangan dengan minum dawet ayu, sebagai penutup. 
9.      UPACARA UNDUR-UNDUR
Masyarakat desa Sawoo dan Grogol hampir seluruhnya petani, dan sebagian besar menganut agama Islam. Namun mereka menganggap upacara adat yang berhubungan dengan pertanian merupakan suatu peristiwa yang sangat penting.
Mereka percaya jika lalai dalam melaksanakan hal tersebut, Akan tertimpa musibah, dalam mengolah pertaniannya. Sehingga mengakibatkan gagal panen.
Jenis upacara yang berkaitan dengan pertanian tersebut yang hingga sekarang masih dilaksanakan dan dipercaya, salah satunya adalah upacara Upacara Adat Undur – undur.
Setelah padi yang ditanam sudah mencapai umur satu bulan, para petani wajib untuk melaksanakan upa­cara undur-undur. Pada upacara adat undur-undur ini,  sesajian yang perlu disediakan adalah jenang sungsum.
Maksud diadakannya upacara undur-undur ini agar tanaman padi para petani tersebut tumbuh subur dan tidak diserang hama
10.  UPACARA UNAN-UNAN
Masyarakat suku Tengger yang mendiami kawasan Gunung Bromo di Probolinggo, Jawa Timur memiliki tradisi unik untuk mengusir makhluk halus sekaligus untuk menyelamatkan desa mereka dari malapetaka.
Ritual yang digelar setiap 5 tahun sekali ini dikenal dengan ritual Unan - Unan yang berarti penyempurnaan kekurangan atau perbuatan yang telah merugikan kehidupan.
Ritual Unan - Unan diawali dengan mengarak sesaji berupa kepala kerbau dari Balai Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Probolinggo menuju sanggar pemujaan ditempat pendiri desa (punden). Seluruh tokoh agama, tokoh desa dan warga suku Tengger berpakaian adat ikut serta dalam arak - arakan dengan diiringi gamelan Jawa dan tarian Reog.
Doa - doa dan mantra dibacakan sepanjang perjalanan menuju sanggar pemujaan. Cara ini dilakukan agar seluruh makhluk halus tidak mengganggu sepanjang ritual berlangsung. Setibanya disanggar pemujaan dukun dan para tokoh adat mengambil tempat untuk melakukan sembahyangan dan memantrai air suci.
Air suci itulah yang kemudian ditabur kepada seluruh peserta upacara adat, sebagai simbol pengusiran kesilauan hidup.
"Tradisi ini dilakukan untuk meminta keselamatan dan dijauhkan dari mara bahaya serta minta diberikan rejeki didalam melakukan aktifitas pertanian, khususnya di desa Tengger, Desa Ngadisari ini untuk kedepannya" ujar Supoyo, Kepala Desa Ngadisari.
Bagi warga suku Tengger, ritual Unan - Unan ini sangat penting karena menyangkut keselamatan jiwa bumi dan seluruh makhluk di bumi ini. Mereka berharap setelah ritual Unan - Unan akan terwujud kehidupan yang lebih baik.
Selain untuk membersihkan desa dari gangguan makhluk halus, ritual Unan - Unan juga bertujuan menyempurnakan para arwah yang belum sempurna untuk kembali ke alam asalnya.
Ritual ini juga menandai penggantian kalender bagi suku Tengger di Gunung Bromo. Unan - Unan berasal dari kata tuna (rugi). Dengan ritual Unan - Unan ini diharapkan kekurangan - kekurangan selama tahun - tahun sebelumnya bisa disempurnakan. Ritual Unan - Unan biasanya dilaksanakan serentak di lima desa disekitar lereng Bromo, yaitu Desa Ngadisari, Jetak, Wonokriti, Wonokerso dan Sukapura.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar